Beranda | Artikel
Hukum Menghadiri Shalat Jumah Dan Jamaah Dalam Kondisi Tersebarnya Wabah Atau Takut Terjadi Penyebarannya
Minggu, 15 Maret 2020

HUKUM MENGHADIRI SHALAT JUM’AH DAN JAMAAH DALAM KONDISI TERSEBARNYA WABAH ATAU TAKUT TERJADI PENYEBARANNYA

Pertanyaan.
Apa hukum dispensasi tidak menghadiri shalat jum’ah dan shalat jamaah dalam kondisi terjadinya wabah (penyakit) atau khawatir tersebarnya wabah?

Jawaban
Alhamdulillah otoritas perkumpulan para ulama besar pemerintahan Saudi Arabia telah mengeluarkan keputusan no (246) pada tanggal 16/7/1441H berikut ini teksnya:

Segala puji hanya milik Allah Tuhan seluruh alam, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh shahabatnya, amma ba’du:

Otoritas perkumpulan para ulamaa besar dalam pertemuan khusus ke-24 yang dilaksanakan di kota Riyad pada hari Rabu bertepatan pada tanggal 16/7/1441H telah melihat apa yang disodorkan terkait dispensasi tidak menghadiri shalat jum’ah dan jamaah dalam kondisi menyebarnya wabah atau takut tersebarnya wabah. Setelah mengadakan kajian mendalam dalam nash syariat Islam, tujuan dan kaidah-kaidahnya serta perkataan ahli ilmu dalam masalah ini, maka otoritas perkumpulan para ulama besar memberikan penjelasan berikut ini:

Pertama: Pasien yang terkena musibah ini diharamkan menghadiri shalat jum’ah dan jamaah berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:

لا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ علَى مُصِحٍّ . متفق عليه

Jangan dikumpulkan Orang yang sakit dengan orang sehat” [Muttafaq’alaihi]

Dan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا. متفق عليه

Kalau kamu semua mendengar penyakit tho’un (wabah penyakit) suatu daerah, maka jangan masuk ke dalamnya. Dan ketika (wabah) telah memasuki suatu daerah sementara anda semua berada di dalamnya, maka jangan keluar darinya.” [Muttafaq’alaihi]

Kedua: Siapa yang diputuskan oleh instansi khusus untuk diasingkan, maka dia harus berkomitmen akan hal itu dan tidak menghadiri shalat jamaah dan jum’ah, dia menunaikan shalat-shalatnya di rumah atau di tempat pengasingannya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Syuraid bin Suwaid At-Tsaqofi Radhiyallahu ahhu berkata,

كان في وَفْدِ ثَقِيفٍ رَجُلٌ مَجْذومٌ، فأَرْسَلَ إليه النبيُّ صلى الله عليه وسلم: إنّا قَدْ بايَعْناكَ فَارْجِعْ .أخرجه مسلم

 Dahulu ada utusan dari Tsaqif ada yang terkena kusta. Maka Nabi sallallahu alihi wa sallam mengirim pesan ‘Sungguh kami telah membait anda, maka pulanglah.” [HR. Muslim]

Ketiga: Siapa yang khawatir terkena celaka atau mencelakai orang lain, maka dia diberi keringanan tidak menghadiri jum’ah dan jamaah berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ . رواه ابن ماجه

Tidak boleh mencelakai diri dan mecelakai orang lain” [HR. Ibnu Majah]

Dari semua yang disebutkan, kalau dia tidak menghadiri jum’ah, maka dia shalat dhuhur 4 rakaat.

Dan otoritas perkumpulan ulama besar memberikan wasiat agar semua mengikuti taklimat, arahan dan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh instansi khusus. sebagaimana memberikan wasiat agar semuanya bertakwa kepada Allah azza wa Jalla dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berdoa dan merendahkan diri dihadapan-Nya agar mengangkat cobaan ini. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Yunus/10:107]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” [Al-Ghaafir/40:60]

Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan semua shahabatnya.

Selesai dari link: https://www.spa.gov.sa/2047028

Lajnah Daimah Lilifta’ di dewan perkumpulan para pakar fikih di Amerika mengeluarkan penjelasan teksnya berikut ini:

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah, wa ba’du:

Telah ada di Dewan (Pakar Fikih) beberapa pertanyaan terkait dengan sesuatu yang selayaknya dikeluarkan untuk pengurus masjid dan jamaah shalat secara umum untuk dikerjakan terkait dengan virus Corona terbaru. Maka Dewan (Pakar Fikih) mengeluarkan penjelasan berikut sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini:

Pertama: Dari sisi pengurus masjid dan Markaz Islam (Islamic Center).
Bagi para pengurus masjid dan Islamic Center tidak diperbolehkan mengcancel shalat jum’ah dan jamaah karena adanya kondisi berkenaan virus corona di Amerika (USA) kecuali kalau instansi kesehatan resmi mengeluarkan taklimat di kota tertentu mengharuskan untuk menutup tempat-tempat peribadatan dan melarang adanya perkumpulan-perkumpulan. Maka waktu itu para pengurus harus melaksanakan taklimat ini. Hal itu menjadi alasan (uzur) diperkenankan shalat jum’ah menjadi shalat dhuhur di rumah-rumah sampai dibukanya masa genting ini.

Bagi para pengurus majid dan Islamic Center diperkenankan untuk meminta orang yang terkena influenza untuk menutup wajah dengan masker medis sewaktu menunaikan shalat di masjid jum’ah dan berjamaah. Sebagaimana diperkenankan mengkhususkan kamar khusus terpisah bagi orang yang terkena penyakit dari jamaah shalat lainnya. Atau mengkhususkannya di satu sisi masjid khusus untuk mereka. Juga diberi nasehat agar tidak menyalami jamaah shalat lainnya. Disertai perhatian terhadap arahan dokter terkait dengan menjaga agar tidak menyebarnya penyakit.

Para pengurus masjid selayaknya mengikuti taklimat terbaru dari instansi lokal yang menangani kesehatan umum seperti pusat penanganan penyakit (CDC) dan komitmen dengan arahan-arahannya.

Kedua: Untuk seluruh umat islam secara umum, diperbolehkan untuk meninggalkan orang secara individu berkumpul.
Untuk shalat jum’ah dan jamaah khawatir dari penyakit dan ini ada perinciannya. Kalau shalat berjamaah, masalahnya longgar. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat tidak mewajibkannya. Sementara yang mewajibkannyapun tidak mensyaratkan ditunaikan di dalam masjid. Kalau shalat jumah, maka orang yang telah terkena beban (taklif) dari kalangan lelaki tidak diperkenankan meninggalkannya kecuali ketika ada ketakutan yang pasti terjadi bukan sekedar perkiraan. Yang menjadi acuan akan hal itu untuk orang-orang secara umum adalah arahan instansi kesehatan. Kapan saja dilarang berkumpul, maka bahaya wabah penyakit telah menjadi alasan (uzur) tidak menghadiri shalat jum’ah. Sementara kelompok yang terkena bahaya seperti orang tua renta, pasien terkena penyakit menahun, maka berkomitmen dengan nasehat dari para dokternya. Mereka lebih layak mendapatkan uzur (alasan) daripada yang lainnya.

Selayaknya bagi yang terkena penyakit (mirip penyakit influenza) menjauhi masjid-masjid ketika ragu terkena penyakit sampai merujuk ke para dokter untuk meyakinkan dari keselamatan mereka. Karena bahaya virus –kalau mereka membawanya – itu lebih besar bahayanya dibanding dengan gangguan bau mulut dari bawang. Sementara Rasulullah Shallalahu alahi wa sallam bersabda:

‏مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا وَلاَ يُؤْذِيَنَّا بِرِيحِ الثُّومِ.

Siapa yang makan tumbuhan ini, maka jangan sekali-kali mendekati masjid kami. Dan kami jangan disakiti dengan baunya bawang”.

Kita memohon kesehatan kepada Allah untuk kita dan semua manusia.

Wallahu Ta’ala a’lam
amjaonline

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/14636-hukum-menghadiri-shalat-jumah-dan-jamaah-dalam-kondisi-tersebarnya-wabah-atau-takut-terjadi-penyebarannya.html